ORANG Bandung paling menyingkat-nyingkat nama makanan. Ada Batagor,
yang merupakan kependekan bakso dan tahu goreng. Ada Cireng alias Aci
digoreng. Dan kini ada Nambu alias nasi bambu. Kratifitas pengolah
makanan di Paris van Java ini tak ada habis-habisnya.
Hingga kini, pun di jalan raya Bandung-Lembang sajian kuliner dengan nama nyeleneh kini bermunculan.
Yang paling baru adalah Nasi Bambu itu. Alias Nambu, nama kuliner yang tengah ngetren itu jadi primadona pengunjung dari Jakarta yang tengah dalam perjalanan menuju kota Bandung melalui Jalan Lembang.
Tepat di Jalan raya Lembang-Bandung No. 168 rumah makan ini selalu dikerubuti pelanggan bak semut memburu gula. “ Tolong nambunya teh, sudah lama tak menikmati hidangan ini,” demikian sejumlah tamu yang memesan kuliner tersebut.
Nasi bambu (Nambu) merupajan salah satu kuliner dari sekian banyak kuliner yang ada di Bandung dan sekiratnya. Jenis hidangan nasi serasa liwet namun bukan nasi liwet itu memiliki charisma rasa yang tak mudah lenyap diujung lidah kita.
Rasa gurih, pulen, dan wangi rempah-rempah merupakan khas nasi bambu hasil karya Paulus sang maestro nasi bambu tersebut. Dengan keuletan dan kerja kerasnya Nambu kini mampu mensejajarkan diri dengan hidangan kuliner nomor wahid di Tatar Pasundan.
Nasi bambu kini sudah menjadi ciri khas kuliner Bandung – Lembang yang tak bisa dianggap enteng. Ratusan konsumen yang setiap hari antri menunggu pesanan membuat kuliner itu menjadi melejit.
Untuk memudahkan para pelanggan mendapatkan nambu sang maestro kuliner khas beretnik Sunda itu membuka rumah makan di Jalan Soekarno-Hatta 385, Kebon Jukut dan di Dago Plaza lantai dasar di kota Bandung.
“Kami membuka rumah makan di tempat lain untuk memuaskan pelanggan yang datang dari penjuru kota,” kata Paulus, ke pos kota. Paulus menceritakan perihal sejarah kuliner nambu.
Awalnya,lima tahun lalu dia berobsesi untuk mengembangkan dunia kuliner yang beretnik Sunda. Setelah melakukan terobosan-terobosan akhirnya timbul inspirasi untuk mengolah kuliner nansi bambu.
Nasi bambu alias Nambu lanjut dia, merupakan sajian kuliner yang terdiri dari nasi putih serasa liwet namun bukan liwet. Nasi yang diolah dengan berbagai jenis rempah-rempah itu dimasukan ke bambo dan diatasnya dihiasi sambal hijau komplit dengan asin, lalap, daging serta tahu tempe.
Ketika paket nambu disodorkan ke pelanggan mereka akan menikmati hidangan itu dengan sedikit kepedasan dari sambal hijau tadi. “ Pedasnya sambal hijau akan mampu mengusir dinginnya udara Bandung terutama di lembang Kabupaten Bandung Barat. Sekali santap nambu udara dingin dijamin terusir,” akunya.
Supaya nambu ini bisa dinikmati pengujung dari berbagai kalangan, Paulus tidak membandrol harga yang berlebihan.
Satupaket nambu cukup dengan uang Rp 22 ribu per porsi. Hanya, ungkapnya, nambu akan semakin maknyus jika disantap dengan sop ikan gurame yang harganya Rp 27.500.
“ Menyantap nambu bersama sup ikan ibarat menyantap sambal dengan lalapnya. Sup itu sudah didesain supaya menjadi teman nambu,” ujarnya. Memang, di rumah makan nasi bamboo sudah tersedia 13 menu kuliner lainnya yang siap ditawarkan ke pelanggan.
Hingga kini, pun di jalan raya Bandung-Lembang sajian kuliner dengan nama nyeleneh kini bermunculan.
Yang paling baru adalah Nasi Bambu itu. Alias Nambu, nama kuliner yang tengah ngetren itu jadi primadona pengunjung dari Jakarta yang tengah dalam perjalanan menuju kota Bandung melalui Jalan Lembang.
Tepat di Jalan raya Lembang-Bandung No. 168 rumah makan ini selalu dikerubuti pelanggan bak semut memburu gula. “ Tolong nambunya teh, sudah lama tak menikmati hidangan ini,” demikian sejumlah tamu yang memesan kuliner tersebut.
Nasi bambu (Nambu) merupajan salah satu kuliner dari sekian banyak kuliner yang ada di Bandung dan sekiratnya. Jenis hidangan nasi serasa liwet namun bukan nasi liwet itu memiliki charisma rasa yang tak mudah lenyap diujung lidah kita.
Rasa gurih, pulen, dan wangi rempah-rempah merupakan khas nasi bambu hasil karya Paulus sang maestro nasi bambu tersebut. Dengan keuletan dan kerja kerasnya Nambu kini mampu mensejajarkan diri dengan hidangan kuliner nomor wahid di Tatar Pasundan.
Nasi bambu kini sudah menjadi ciri khas kuliner Bandung – Lembang yang tak bisa dianggap enteng. Ratusan konsumen yang setiap hari antri menunggu pesanan membuat kuliner itu menjadi melejit.
Untuk memudahkan para pelanggan mendapatkan nambu sang maestro kuliner khas beretnik Sunda itu membuka rumah makan di Jalan Soekarno-Hatta 385, Kebon Jukut dan di Dago Plaza lantai dasar di kota Bandung.
“Kami membuka rumah makan di tempat lain untuk memuaskan pelanggan yang datang dari penjuru kota,” kata Paulus, ke pos kota. Paulus menceritakan perihal sejarah kuliner nambu.
Awalnya,lima tahun lalu dia berobsesi untuk mengembangkan dunia kuliner yang beretnik Sunda. Setelah melakukan terobosan-terobosan akhirnya timbul inspirasi untuk mengolah kuliner nansi bambu.
Nasi bambu alias Nambu lanjut dia, merupakan sajian kuliner yang terdiri dari nasi putih serasa liwet namun bukan liwet. Nasi yang diolah dengan berbagai jenis rempah-rempah itu dimasukan ke bambo dan diatasnya dihiasi sambal hijau komplit dengan asin, lalap, daging serta tahu tempe.
Ketika paket nambu disodorkan ke pelanggan mereka akan menikmati hidangan itu dengan sedikit kepedasan dari sambal hijau tadi. “ Pedasnya sambal hijau akan mampu mengusir dinginnya udara Bandung terutama di lembang Kabupaten Bandung Barat. Sekali santap nambu udara dingin dijamin terusir,” akunya.
Supaya nambu ini bisa dinikmati pengujung dari berbagai kalangan, Paulus tidak membandrol harga yang berlebihan.
Satupaket nambu cukup dengan uang Rp 22 ribu per porsi. Hanya, ungkapnya, nambu akan semakin maknyus jika disantap dengan sop ikan gurame yang harganya Rp 27.500.
“ Menyantap nambu bersama sup ikan ibarat menyantap sambal dengan lalapnya. Sup itu sudah didesain supaya menjadi teman nambu,” ujarnya. Memang, di rumah makan nasi bamboo sudah tersedia 13 menu kuliner lainnya yang siap ditawarkan ke pelanggan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar